Selasa, 07 Juli 2015

KETIKA SEBUAH INTRO LAGU MENANDAI SEBUAH ERA

Intro pada sebuah lagu adalah pengaba sebelum masuk ke isi lagunya itu sendiri. Durasinya pun sedikit saja (kebanyakan hanya sekitar 1-2 menit saja) dalam setiap lagunya. Namun ketika sebuah intro bisa menjadi ‘stuck in our head’ dan bahkan bisa sampai menandai sebuah era, yang dalam hal ini era tahun 90an, maka sebuah intro lagu perannya bukan hanya sebagai pengaba di awal lagu saja, namun juga menjadi sebuah memoar yang bisa diingat akan sebuah lagu yang mewakili sebuah era atau masa keemasan musisi atau suatu band yang sangat berpengaruh di jamannya.
Seperti Gun’s N Roses dengan Sweet Child O Mind. Intro gitar ini adalah penghabisan dari eranya glam rock kala itu. Intro lagu ini adalah sebuah nilai prestisius dari siapapun yang sedang belajar bermain gitar. Intinya sih seseorang yang bermain gitar tidaklah disebut hebat jika tidak bisa memainkan lagu ini. Nilai sebuah ‘gengsi’ di lagu ini sangat besar, meskipun mungkin tidak berlangsung lama karena jaman sudah beralih ke grunge dengan begitu cepatnya, untuk kemudian mulai menganut ‘skill is dead let’s rockin’ bersama grunge dan Kurt Cobain.
Berbicara Kurt Cobain berarti berbicara tentang Nirvana, trio bengal urakan dari Seattle yang mematahkan era‘guitar hero’ dengan gitar berisiknya. Kurt memutar balikan pandangan orang tentang gitaris yang hebat itu haruslah dengan semua skill gitar yang rumit itu, dengan arpeggio lah, dengan nada-nada harmonis lah, major minor yang benar, atau apapun itu. Eranya Nirvana menjungjung tinggi kebebasan berekspresi lewat musik, yang sesunguhnya kan memang ekspresi lewat musik itu milik siapa saja, dan bukan hanya milik seorang dengan skill gitarnya yang bak dewa itu. Adanya grunge pun berawal dari kejenuhan para pendengar musik (khususnya rock) yang mulai bosan dengan parade para ‘guitar hero’, yang seakan membuat jarak antara dia dan pendengarnya dengan skill bermain gitar yang terpaut jauh. Maka dari itu ada semacam revolusi (jika harus dikatakan seperti itu) yang berpendapat jika dengan skill gitar yang terbatas pun semua orang bisa berekspresi lewat musik.
Selain Gun’s N Roses dan Nirvana, ada juga The Cure dengan Friday I’m In Love yang begitu mudahnya nempel di telinga pendengarnya. Sebuah intro gitar paling catchy yang mungkin pernah dibuat. Intronya sangat mewakili isi dari lagunya yang memang menceritakan sebuah perasaan yang sedang berbunga-bunga karena jatuh cinta. The cure memang selalu saja bisa menyajikan intro yang catchy dan istilahnya ‘stuck in my head’. Dari mulai Friday I’m In Love, Boys Don’t Cry, sampai A Letter To Ellise. Semuanya terdengar ear catchy dan hampir semua orang bisa dengan mudah memainkannya. Mungkin itu cara The Cure mendekatkan diri dengan fansnya. Dengan gitar yang simple tapi catchy itu semua fansnya bisa membawakan lagu-lagu The Cure dan sing along bareng. Sebuah cara sederhana yang terbilang pintar.
Dari tanah britania ada Blur dengan Song 2 yang ‘brutal’ itu. Gitaris Blur, Graham Coxon bukanlah seorang gitaris yang biasa-biasa saja. Dia seorang yang ‘out of the book’, yang mampu menerjemahkan tema lagu yang dia wakili lewat raungan gitarnya yang….yang? Entahlah, terserah dia saja. Yang jelas intro di lagu ini bisa sangat mewakilispirit lagu yang dibawakannya. Dari mulai intro, interlude-nya, sampai video klipnya, semua terasa bergandeng beriringan memberitahukan kepada dunia jika ada band inggris yang bisa ‘urakan’ seperti ini. Gaya cupu dari setiap personilnya hanyalah kamuflase belaka dari jiwa urakan mereka yang sebenarnya. GEEKS IS A ROCKSTAR..!!
Lalu ada Radiohead dengan Creep, sebelum band ini menjadi ‘aneh’ dengan berbagi macam eksplorasi musik ditiap albumnya pasca Creep ini. Walaupun begitu band ini sempat disebut-sebut sebagai harapan terakhir genre rock kala itu. Mereka hadir menyuguhkan rock yang lebih kelam, lirik yang terdiskreditkan oleh pandangan sebelah mata, dansound rock yang berbeda. Di lagu ini Radiohead cukup bisa berbicara banyak dengan musiknya yang membuat mereka diperhitungkan di industri musik dunia. Creep adalah sebuah lagu yang mengantarkan Radiohead menjadi salah satu band paling berpengaruh dan banyak menginspirasi musisi dunia dengan musik mereka. Dengan intronya yang simple, line bass, dan drum yang khas banget itu, maka terpilihlah lagu Creep sebagai lagu favorite untuk dibawakan anak muda 90an di setiap studio musik kala latihan, ataupun di tongkrongan gang-gang yang bernyanyi kesana kemari menunggu pagi.
Beralih kepada sebuah band lokal favorit sepanjang masa yang menamakan dirinya Pure Saturday, dengan lagunya Kosong yang ‘berisi’ itu. Sebuah band ‘indie’ dari bandung yang mengawali era bermusik dengan DIY (do it yourself). Band ini sukses mendobrak mainstreme dengan semua pergerakan bawah tanahnya. Iramanya ngepop, tapi dengan spirit yang nge-punk. Intro di lagu ini mengawali sebuah era bermusik dengan attitude, dengan sebuah sikap pintar menyikapi dominasi industri yang mungkin kurang memberikan ruang untuk para pelakunya (musisi) untuk bisa berkarya. Pure Saturday seakan menjadi trigger untuk band-band setelahnya, yang kemudian banyak melahirkan industri kreatif yang mulai bergeliat dengan semangat DIY-nya. Maka rasanya tidak berlebihan jika menyebut band ini adalah sebuah sejarah dan legenda hidup, yang pastinya merupakan sebuah aset yang berharga untuk sejarah musik Indonesia.
Itu sedikit saja tentang sebuah sejarah kecil  bisa dibilang. Sebuah spirit bermusik yang diwakili cukup dari sebuah intro gitarnya saja. Dengan Gun’s N Roses yang glam rock, Nirvana yang ‘brutal’, The Cure yang catchy, sampai Pure Saturday  yang  bermusik dengan sebuah sikap pintar dan DIY-nya. Dengan spirit yang mereka hadirkan, dengan sesuatu yang mereka bawa, mereka tidak hanya bermusik, tapi juga menulis sejarah tentang sebuah era dengan petikan gitarnya, dengan ketukan drumnya, dan dengan lirik yang mereka nyanyikan.

Dinamika (musik)

Dinamika (musik) adalah tanda untuk memainkan volume nada secara nyaring atau lembut. Dinamika biasanya digunakan oleh komposer untuk menunjukan bagaimana perasaan yang terkandung di dalam sebuah komposisi, apakah itu riang, sedih, datar, atau agresif. Tanda dinamika pada umumnya ditulis menggunakan kata-kata dalam bahasa Italia.[1] Ada dua kata dasar dalam dinamika, piano (lembut) dan forte (nyaring) selebihnya merupakan variasi dari dua kata ini.
Ada beberapa tanda dinamika yang umum digunakan dalam karya musik, yaitu:
  • Pianissimo (pp): Suara yang dihasilkan sangat lembut.
  • Piano (p): Suara yang dihasilkan lembut.
  • Mezzo-piano (mp): Suara yang dihasilkan agak lembut.
  • Mezzo-forte (mf): Suara yang dihasilkan agak nyaring.
  • Forte (f): Suara yang dihasilkan nyaring.
  • Fortissimo (ff): Suara yang dihasilkan sangat nyaring.
Tanda dinamika dapat diletakkan di awal, tengah, akhir, atau dimana saja dalam sebuah komposisi musik dan dimainkan hanya pada nada yang diberi tanda saja. Jika tanda dinamika tidak terlihat maka nada dimainkan dengan volume sedang.

Crescendo dan Decrescendo

Ketika seorang komposer ingin menulis perubahan dinamikia secara bertahap, maka ditulis dengan tanda: crescendo (cresc.) dan decrescendo (decresc.). Tanda ini menunjukan bagian mana yang akan secara bertahap nyaring atau lembut.
  • cresc. untuk bertahap nyaring, dan
  • decresc. bertahap lembut.
Tanda crescendo digambarkan dengan (<) panjang dan descrescendo digambarkan dengan (>) panjang, biasa disebut juga dengan "penjepit rambut" (hairpin).[2]
Music hairpins.svg
Hairpin biasanya berada di bawah paranada, namun dapat juga ditemukan di atas paranada terutama pada partitur vokal.[3] Cresc. dan decresc. dimainkan sampai akhir dari tanda itu sendiri.[2]
Sebutan lain dari decresc. adalah diminuendo (dim.').

Senin, 06 Juli 2015

RUMI TENTANG MUSIK DAN PUISI


Seperti sufi pada umumnya, Rumi bukan hanya seorang pencinta puisi. Tetapi juga seluruh cabang seni seperti musik, tari dan seni rupa. Bagi sufi secara umum seni religius dan kerohanian dapat dijadikan bukan hanya sebagai sarana dakwah, tetapi untuk meningkatkan bobot pengalaman religius dan kerohanian itu sendiri. Dengan kata lain seni sebagai sarana kontemplasi dan meditasi, dan kendaraan naik menuju pengalaman kerohanian yang lebih tinggi. Pada peringkat ini dia berfungsi sebagai pemulihan bagi jiwa manusia. Karena itu tak mengherankan filosof dan dokter seperti Ibn Sina menggunakan musik sebagai sarana pengobatan bagi pasien yang mengalami gangguan jiwa.


 Dalam wawasan estetika sufi, seni sebagai ungkapan jiwa memiliki setidak-tidaknya empat fungsi yang bermanfaat bagi pemulihan jiwa. Pertama, ‘tajarrud’ pembebasan jiwa dari hal-hal yang bersifat duniawi dan kebendaan melalui hal-hal yang bersifat duniawi. Bunyi yang merupakan media musik, kata yang merupakan media puisi, bentuk dan watrna yang merupakan media seni rupa, gerak yang merupakan media tari – berasal dari hal-hal yang duniawi. Namun dapat dijadikan tangga naik menuju pengalaman kerohanian setelah diolah oleh seniman secara estetik dan kreatif. Kedua, “tawajjud” (dari kata wajd yang artinya perjumpaan dalam hati, kekusyukan, ekstase). Seni memberikan kekusyukan sebab itu dapat dijadikan sarana kontemplasi dan meditasi. Ketiga, seni mendidik jiwa manusia untuk mengendalikan dan membimbing perasaan atau emosi menjadi positif. Keempat, seni juga memiliki fungsi sosial. Ia mengikat suatu komunitas dalam kebersamaan. Musik yang melanjutkan semangat perjuangan misalnya dapat meningkatkan dan menyatukan semangat juang suatu komunitas.

Sebagai seorang sufi, Rumi sendiri dikenal seorang pencipta komposisi musik dan lagu, serta seorang koreografer ulung pada zamannya. Beliau mahir meniup nay atau seruling. Alat musik kegemarannya selain seruling adalah rebab, biola, rebana, tabla dan pandura. Bukunya Matsnawi diawali dengan pemaparan “Kisah Lagu Seruling”, yang melambangkan dan mengekspresikan kerinduan para sufi untuk kembali ke kampung halamannya yang abadi di alam ketuhanan. Musik yang indah baginya adalah ungkapan kerinduan seseorang terhadap asal usul kerohaniannya di alam yang sebenarnya tidak jauh dari dirinya.

Menurut Rumi kerinduan segala sesuatu kepada asal-usulnya atau permulaan kejadian dirinya bersifat kudrati. Dalam Mathnawi III:4436-7, beliau menulis:

Hasrat tubuh akan padang hijau dan air memancur
 Terbit karena ia (Adam) berasal dari tempat itu (Taman Eden)
 Kerinduan jiwa kepada Kehidupan dan Yang Maha Hidup
 Terbit karena ia berasal dari Jiwa Abadi

Dalam sajak “Kisah Lagu Seruling” Rumi mengumpamakan kerinduan seorang sufi untuk bersatu dengan Tuhannya sebagai kerinduan suling yang ingin bersatu semula dengan asalnya iaitu batang pokok bambu yang rimbun. Rasa pilu yang terdengar melalu lagu seruling terbit karena kesedaran bahwa ia terpisah jauh dari batang pokok bambu yang merupakan tempatnya yang asal dan sebenar. Hasratnya untuk kembali dan bersatu semula dengan asalnya itu menyebabkan ia tergerak menyampaikan keluh-kesahnya dalam nyanyian yang merdu. Suling atau seruling melambangkan jiwa yang rindu kepada asal-usul kerohaniannya dalam alam metafizik, dan kerinduannya itu dibakar oleh api cinta. Karena dibakar oleh api cinta maka nyanyian indah dan lagu merdu dapat dihasilkan.
 Dalam sajak itu Rumi hendak menjelaskan bahwa semua bentuk seni yang indah berasal dari hati seorang seniman yang cinta akan keindahan hakiki dan dari perasaan rindunya yang membara untuk mencapai keindahan tersebut. Melalui lagu atau nyanyian yang disampaikannya itu seseorang berikhtiar mengekpresikan dan merealisasikan dirinya. Dalam bahagian awal “Kisah Lagu Seruling” Rumi menyatakan, bermaksud:

Dengan alunan pilu seruling bambu
 Sayu sendu lagunya menusuk kalbu
 Sejak ia bercerai dari batang pokok rimbun
 Sesaklah hatinya dipenuhi cinta dan kepiluan

Walau dekat tempatnya laguku ini
 Tak seorang tahu serta mau mendengar
 O kurindu kawan yang mengerti perumpamaan ini
 Dan mencampur rohnya dengan rohku

Api cintalah yang membakar diriku
 Anggur cintalah yang memberiku cita mengawan
 Inginkah kau tahu bagaimana pencinta luka?
 Dengar, dengar alunan lagu seruling bambu

Melalui ungkapan “Inginkah kau tahu bagaimana pencinta luka? Dengar, dengar alunan lagu seruling bambu!” Rumi menyatakan bahwa mereka yang ingin mengetahui derita jiwa para sufi, yang membuat ia merindukan Tuhannya, agar mendengar kisah lagu seruling dan memahamkan maknanya. Seruling menyampaikan lagu yang sendu dan pilu, namun indah dan merdu, karena kepiluannya yang mendalam disebabkan terpisah dari asal-usul kerohaniannya.
 Kepiluan disebabkan berpisah dengan seseorang atau kampung halaman membuat kerinduan seseorang terbakar, dan rindu merupakan permulaaan dari cinta. Ungkapan ‘api cinta’ yang dinyatakan Rumi dalam sajaknya itu ialah api rindu. Sama seperti halnya cinta, rasa rindu dapat membawa jiwa atau fikiran seseorang terbang jauh melampaui awan gemawan untuk menemui orang yang dirindui atau dicintai. Dalam sajak di atas Rumi sekaligus juga hendak menyatakan bahwa musik atau nyanyian dapat dijadikan media menyampaikan rasa rindu dan media untuk terbang jauh ke alam transendental atau kerohanian.

Dalam sajaknya yang lain Rumi menyatakan bahwa nyanyian yang merdu dan musik keagamaan yang indah dapat menerbitkan perasaan rindu dan cinta bangkit dalam hati pendengarnya. Hal ini dapat terjadi disebabkan lagu keagamaan yang indah dan penuh harmoni dapat membawa ingat jiwa manusia kepada suara-suara yang pernah di dengarnya dalam alam keabadian. Menurut al-Qur`an Adam dan Hawa, yang merupakan nenek moyang umat manusia, pada mulanya bermukim di Taman Firdaus atau Taman Eden yang diliputi oleh keindahan. Di sana mereka akrab sekali dengan lagu-lagu dan suara yang indah. Maka suara musik atau lagu keagamaan yang indah dapat membakar kerinduan jiwa manusia kepada syurga, yang merupakan tempatnya yang asal. Rumi menulis, yang maksudnya:

Nada suling dan puput yang menawan telinga
 Dikatakan dari putaran angkasa biru asalnya
 Sedangkan iman yang mengatas rantai angan dan cita
 Tahu siapa pembuat suara sumbang dan merdu

Kami ialah bahagian dari Adam, bersamanya kami dengar
 Lagu indah para malaikat dan serafim
 Kenangan kami, walau tolol dan menyedihkan
 Sentiasa tertambat pada alunan musik syurga

O, Musik ialah darah dan daging para pencinta
 Musik menggetarkan jiwa sehingga terbang ke angkasa
 Bara berpijar, api abadi dalam hati semakin berkobar
 Kami dengar sentiasa dan hidup dalam ria dan damai

Dalam sajaknya yang lain Rumi menyatakan betapa besarnya pengaruh musik keagamaan kepada jiwa pendengarnya:
 .
 Gemuruh bunyi terompet dan gedebam suara genderang
 Serupa dengan suara gemuruh nafiri alam semesta
 Para filosof berkata keselarasan ini dari perputaran angkasa asalnya
 Melodi yang dilagukan orang dengan pandura dan kerongkongan
 Sesungguhnya ialah suara perputaran angkasa
 Para pemeluk agama yang teguh percaya
 Pengaruh syurga membuat yang tak menyenangkan menjadi indah
 Sejak itulah musik merupakan hidangan para pencinta Tuhan
 Karena di dalam musik ada cita rasa ketenteraman jiwa
 Apabila jiwa mendengar lagu dan suara seruling
 Ia mengumpulkan tenaga dan menjelmakannya ke dalam tindakan
 Api cinta semakin berkobar-kobar karena nada lagu yang indah
 Seperti semangat orang melemparkan benda berat ke dalam air

Selain dapat membawa pendengarnya ke alam transendental, musik keagamaan dapat memberi ketenangan kepada jiwa dan juga memberi kekuatan, dan dengan demikian keimanan terhadap Sang Kebenaran Tertinggi semakin teguh dan mendalam. Cinta yang mendalam kepada Tuhan dikaitkan dengan tumbuhnya kekuatan batin, dan musik dapat memberi perangsang ke arah itu.

Lagu Seruling

“Lagu Seruling” adalah untaian sajak pembukaan dalam kitab Matsnawi. Dikatakan di dalamnya, bahwa “Setiap orang yang berada di tempat yang jauh dari asalnya, akan merasa rindu untuk kembali ke masa tatkala ia masih bersatu dengannya (asalnya)”. Kerinduan tersebut dilambangkan dengan kerinduan seruling untuk bersatu semula dengan batang pokok bambu. Ungkapan tersebut diilhamkan oleh ayat al-Qur`an, “Inna li` Llah wa inna ilayhi raji`un” (Sesungguhnya dari Tuhan dan kembali kepada Tuhan).
 Ungkapan di atas menjelaskan bahwa asas kewujudan segala sesuatu bersifat spiritual. Manusia ialah makhluq atau ciptaan Tuhan paling indah dan sempurna dilihat dari sudut kerohanian, karena menurut al-Qur`an manusia itu dicipta mengikut surah-Nya (gambar-Nya) dan ke dalam diri manusia Tuhan meniup roh. Berlandaskan kenyataan tersebut maka roh dipandang sebagai hakikat terdalam diri manusia. Maka itu para sufi menyatakan bahwa di dalam roh manusia ada bahagian paling inti yang merupakan rahsia Tuhan (sirr Allah). Dengan itu manusia pertama sekali ialah makhluq spiritual, bukan makhluq jasmani. Yang menentukan kehidupan manusia ialah kerohaniannya.

Rumi juga menyatakan bahwa “Roh tidak terdinding dari tubuh, pun tubuh tidak terdinding dari roh, namun tubuh tidak diperkenankan melihat roh”. Dengan itu roh dan tubuh sebetulnya dekat, tetapi tubuh tidak dapat melihat roh. Ungkapan tersebut didahului dengan ungkapan, “Rahsia laguku tidak jauh tempatnya dari ratapku, namun mana ada telinga mandengar dan mata melihat.” Ini bermakna makna atau rahsia yang tersembunyi dalam lagu sendu seruling bambu tidak dapat difahamkan dengan pemahaman biasa. Ia dapat difahamkan melalui pendengaran dan penglihatan batin (makrifat).

Terbitnya kesedaran jiwa dan roh akan asal-usul kerohaniannya digerakkan oleh Cinta, bukan oleh logika. Kata Rumi, “Inilah api Cinta yang bersemayam dalam seruling bambu, inilah kobaran semangat Cinta yang terkandung dalam anggur”. Seruling bambu merujuk kepada jiwa yang diresap kerinduan mendalam kepada Tuhan, kobaran semangat Cinta dalam anggur merujuk kepada ekstase atau kemabukan mistikal